Lakukan investasi terbaik dalam hidupmu

Mulai dari 2 €
Analyse
Profil
🇲🇷

Mauritania Inflasi Makanan

Harga saham

2,3 %
Perubanan +/-
-0,8 %
Perubahan %
-29,63 %

Nilai saat ini dari Inflasi Makanan di Mauritania adalah 2,3 %. Inflasi Makanan di Mauritania turun menjadi 2,3 % pada 1/3/2024, setelah sebelumnya berada di angka 3,1 % pada 1/2/2024. Dari 1/4/2004 hingga 1/4/2024, rata-rata PDB di Mauritania adalah 6,10 %. Nilai tertinggi sepanjang masa dicapai pada 1/1/2005 dengan 21,76 %, sementara nilai terendah tercatat pada 1/11/2015 dengan -7,20 %.

Sumber: ANSADE, Mauritania

Inflasi Makanan

  • 3 Tahun

  • 5 Tahun

  • 10 Tahun

  • 25 tahun

  • Max

Inflasi bahan makanan

Inflasi Makanan Sejarah

TanggalNilai
1/3/20242,3 %
1/2/20243,1 %
1/1/20244,1 %
1/12/20235,4 %
1/11/20236,8 %
1/10/20238,5 %
1/9/202310,2 %
1/8/202311,5 %
1/7/202312,8 %
1/6/202314 %
1
2
3
4
5
...
22

Serupa dengan Makrokennzahlen untuk Inflasi Makanan

NamaSaat iniSebelumnyaFrekuensi
🇲🇷
CPI Transport
126,1 points125,9 pointsBulanan
🇲🇷
Indeks Harga Konsumen (CPI)
124,2 points123,9 pointsBulanan
🇲🇷
Indeks Harga Konsumen untuk Perumahan dan Biaya Tambahan
119,4 points119,4 pointsBulanan
🇲🇷
Tingkat inflasi
3 %3,3 %Bulanan
🇲🇷
Tingkat Inflasi Bulanan
0,3 %0,1 %Bulanan

Apa itu Inflasi Makanan

Inflasi makanan atau Food Inflation adalah fenomena ekonomi yang terjadi ketika harga makanan mengalami kenaikan secara signifikan dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Di Indonesia, seperti di banyak negara berkembang lainnya, inflasi makanan memiliki dampak yang sangat besar terhadap ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli kebutuhan pokok. Pentingnya memahami inflasi makanan di Indonesia tidak bisa dilebih-lebihkan. Inflasi makanan dapat memengaruhi daya beli konsumen, mengurangi tingkat kemakmuran, dan memperbesar kesenjangan ekonomi. Oleh karena itu, situs seperti eulerpool sangat penting, karena memberikan akses data makroekonomi yang terperinci dan terkini, memungkinkan analisis yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi makanan. Pertama, mari kita pertimbangkan penyebab inflasi makanan di Indonesia. Penyebab utama inflasi makanan biasanya meliputi faktor-faktor seperti kondisi cuaca, harga bahan bakar, biaya produksi, dan kebijakan pemerintahan. Misalnya, cuaca ekstrem seperti kekeringan atau banjir dapat merusak hasil panen, mengurangi pasokan makanan dan menyebabkan harga naik. Sementara itu, kenaikan harga bahan bakar dapat meningkatkan biaya transportasi dan produksi, yang pada akhirnya juga menyebabkan kenaikan harga makanan. Selain itu, di Indonesia, distribusi makanan yang masih relatif tidak efisien juga berperan dalam inflasi makanan. Infrastruktur yang kurang memadai, seperti jalan dan jembatan, serta sistem logistik yang lemah, dapat menyebabkan distribusi makanan menjadi lebih mahal dan tidak merata. Hal ini terutama terasa di daerah-daerah terpencil, di mana harga makanan dapat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di kota besar. Kebijakan pemerintah juga memegang peranan penting dalam inflasi makanan. Kebijakan tarif impor, subsidi, dan harga minimum dapat mempengaruhi harga makanan di pasaran. Misalnya, kebijakan pembatasan impor dapat mengurangi pasokan beberapa jenis makanan, yang kemudian meningkatkan harga. Di sisi lain, kebijakan subsidi bahan bakar atau pupuk dapat membantu menekan biaya produksi makanan dan mengurangi inflasi makanan. Dampak inflasi makanan terhadap masyarakat Indonesia sangat besar. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kelompok berpenghasilan rendah adalah yang paling merasakan dampaknya, karena pengeluaran untuk makanan merupakan bagian terbesar dari anggaran rumah tangga mereka. Kenaikan harga makanan dapat mengurangi daya beli mereka, yang kemudian dapat mempengaruhi kualitas gizi dan kesehatan. Hal ini bisa berdampak pada penurunan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Inflasi makanan juga mempengaruhi stabilitas ekonomi regional dan nasional. Ketidakstabilan harga makanan dapat menyebabkan gejolak sosial dan politik, terutama jika masyarakat merasa bahwa pemerintah tidak mampu mengendalikan situasi. Di tingkat mikroekonomi, bisnis yang bergantung pada produk makanan juga dapat terdampak negatif, terutama jika mereka tidak mampu mengalihkan biaya kenaikan harga ke konsumen. Mengapa inflasi makanan perlu dipantau dengan seksama? Pengguna eulerpool mungkin bertanya-tanya mengapa data mengenai inflasi makanan begitu penting. Jawabannya terletak pada analisis dan pembuatan kebijakan. Data yang akurat dan up-to-date memungkinkan pengambil kebijakan untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi. Data ini juga penting bagi pelaku bisnis, investor, dan ekonom untuk merencanakan strategi mereka dan mengantisipasi perubahan di pasar. Dengan adanya data yang disusun dengan baik, seperti yang disediakan oleh eulerpool, berbagai pihak dapat menganalisis tren inflasi makanan dari waktu ke waktu. Analisis ini dapat mencakup identifikasi pola musiman, pengaruh variasi cuaca, dan dampak kebijakan pemerintah. Informasi ini sangat berharga untuk perencanaan jangka panjang dan pengambilan keputusan yang lebih tepat, baik di sektor publik maupun swasta. Dalam menghadapi inflasi makanan, berbagai strategi dapat diimplementasikan. Di tingkat kebijakan, stabilisasi harga dapat dicapai melalui diversifikasi sumber pasokan makanan, memperbaiki infrastruktur distribusi, dan mengembangkan teknologi pertanian yang lebih efisien. Sementara itu, di tingkat individu, masyarakat dapat didorong untuk mengadopsi cara hidup yang lebih hemat, seperti mengurangi pemborosan makanan dan menanam sendiri sebagian dari kebutuhan pokok. Secara keseluruhan, memahami dan memantau inflasi makanan adalah langkah penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Situs seperti eulerpool yang menyediakan data makroekonomi yang komprehensif memiliki peran kunci dalam menyediakan informasi yang diperlukan untuk analisis dan pengambilan keputusan. Inflasi makanan memang merupakan tantangan besar, namun dengan pendekatan yang tepat dan data yang akurat, Indonesia bisa menghadapinya dengan lebih baik.